Kurniasih, Kelas VIII.1
SMP Negeri 1 Banyuasin I
Tahun Ajaran 2010/2011
Dalam Mihrab Cinta
Syamsul Hadi, pemuda 20 tahun, anak seorang
pengusaha kaya di Pekalongan, bertekad menuntut ilmu di pesantren Al Furqon
yang terletak di Kediri. Tetapi kehidupan di pesantren, tidak seperti apa yang
ia pikirkan sebenarnya. Ia mempunyai seorang teman yang bernama Burhan Faishal terlihat
baik didepan Syamsul justru memfitnahnya mencuri. Akhirnya Syamsul rela
menerima perlakuan kasar dari semua santri hingga babak belur dan rambutnya
digunduli sampai habis. Tak lama kemudian Syamsul pun diusir dari pesantren
secara tidak baik.
Setelah diusir dari
pesantren Syamsul pulang kerumah dengan dijemput oleh keluarganya. Sampai
dirumah keluarganya percaya kalau ia adalah seorang pencuri. Ayahnya, Pak
Bambang, bahkan marah besar dengan menampar Syamsul berkali-kali. Begitupun Ibu
dan dua orang kakaknya. Mereka semua percaya bahwa Syamsul adalah seorang
pencuri. Hanya adiknya, Nadia, yang percaya bahwa sebenarnya Syamsul hanya
difitnah. Merasa tidak ada yang percaya dengan dirinya akhirnya Syamsul pergi dari
rumah, dengan meninggalkan secarik surat untuk adiknya. Dengan berbekal uang
dua ratus lima puluh ribu yang diambilnya dari kamar adiknya, Syamsul nekat
pergi ke daerah yang tidak menganggapnya sebagai seorang pencuri.
Syamsul akhirnya tiba di Semarang. Ia
berkelana dan tinggal dari masjid ke masjid. Dengan berbekal ijazah SMA,
Syamsul berusaha mencari kerja. Namun kerja belum juga didapatnya. Sementara
persediaan untuk hidup sudah tidak ada lagi. Akhirnya ia nekat melakukan aksi
perdananya, mencopet di sebuah bus. Karena belum berpengalaman, aksi perdananya
ini gagal. Syamsul malah ketahuan dan menjadi bulan-bulanan warga. Beruntung
ada petugas kepolisian yang segera mengamankan dan membawa Syamsul untuk
diproses dan dipenjara di Polsek Semarang. Selama dipenjara, Syamsul bergaul
dengan para napi yang baik terhadapnya dan mengajarinya teknik-teknik melakukan
pencurian dan beraksi di dunia kriminal,
Berita tertangkapnya Syamsul yang pada saat
tertangkap mengaku bernama Burhan terdengar sampai ke keluarganya di Pekalongan
melalui media massa. Keluarga Syamsul semakin membencinya. Hanya adiknya yang
belum percaya bahwa yang tertangkap mencuri itu adalah Syamsul. Untuk
meyakinkan keluarganya, adik Syamsul, Nadia, nekat mengunjungi Syamsul di
Polsek Semarang. Nadia yang setengah tidak percaya bahwa kakaknya benar-benar
telah tertangkap karena mencopet hanya bisa menangis. Dengan bermodalkan uang
yang ada pada ATM Nadia, Nadia berhasil menebus Syamsul. Akhirnya Syamsul
dibebaskan dengan jaminan uang tersebut.
Namun, Syamsul menolak ketika Nadia mengakjaknya pulang ke rumah. Syamsul baru akan
pulang jika keluarga dan santri-santri dipesantren tahu bahwa Syamsul bukan
seorang pencuri.
Merasa tidak beruntung
di Semarang, Syamsul nekat berangkat ke Jakarta. Sampai di Jakrta, Syamsul
bertekad untuk hidup lebih baik. Syamsul datang dari masjid ke masjid untuk
diterima sebagai penjaga masjid. Nmaun, semua masjid yang dikunjungi Syamsul
menolak denghan alas an sudah ada orang yang lain yang bertugas di masjid
tersebut. Akhirnya nasib membawanya ke sebuah masjid di daerah Parung. Disana,
Syamsul disambut baik oleh Pak Abbas, ketua RT didaerah tersebut. Beliau
menyarankan Syamsul untuk menyewa sebuah rumah didekat masjid tersebut. Bahkan
untuk uang sewa rumah di awal bulan, pak Abbas dengan ikhlas meminjamkannya.
Syamsul merasa
neruntung akan kebaikan pak Abbas. Syamsul kembali berusaha mencari kerja.
Namun sampai sebulan tinggal di Parung. Pekerjaan belum juga menghampirinya.
Akhirnya, Syamsul kembali nekat mencopet. Dengan bermodalkan ilmu yang
diperolehnya dari penjara, Syamsul sukses mencopet.
Setelah sukses
berkali-kali mencopet, Syamsul berhasil menata hidupnya dengan lebih baik. Saat
mencopet dompet seorang mahasiswi, Syamsul terkejut saat melihat foto Burhan
didompet mahasiswi yang dicopetnya itu. Tenyata mahasiswa yang bernama Silvie
itu adalah pacar Burhan yang tinggal di Parung bagian Barat. Padahal Syamsul
yang
pernah menjadi sahabat baik Burhan tahu persis bahwa Burhan telah
bertunangan dengan Damayanti binti Usman, putri seorang pegawai KUA Kabupaten
Tulung Agung. Melihat hal ini, Syamsul berniat untuk mencari informasi tentang
Silvie dan membalas perbuatan buruk
Burhan atas dirinya.
Pencarian informasi
Syamsul atas Silvie membawa Syamsul ke rumah Pak Broto, seorang pengusaha
bidang biro perjalanan yang terkenal. Karena penampilan Syamsul yang dianggap
seorang Ustazd, Syamsul diminta untuk mengajar anak pak Broto yang masih belia
untuk membaca AlQur’an. Ilmu yang diperoleh Syamsul selama di pesantren
akhirnya dilimpahkannya pada anak pak Broto, Delia. Melalui Delia ini, Syamsul
memperoleh informasi yang banyak tentang Silvie yang ternyata adalah mahasiswa
UI sekaligus guru privat matematika Delia.
Sejak menjadi seorang
guru privat, Syamsul kembali merasa kembali menemukan titik terang dalam hidupnya.
Syamsul mulai kembali menata hidup dan menghentikan kebiasaan mencopetnya.
Syamsul tidak hanya menjadi guru privat bagi Delia, tetapi juga beberapa anak
orang kaya lain di Parung. Berangsur-angsur
hidupnya mulai membaik. Secara bertahap, dompet orang-orang yang pernah
dicopetnya ia kembalikan lagi sesuai alamat yang tertara di KTP korban
pencopetannya. Syamsul sudah berani kredit kendaraan, Untuk memperkuat
statusnya, Syamsul mendaftar sebagai mahasiswa dan kuliah di Institut Ilmu
AlQur’an (IIQ) Jakarta.
Suatu ketika, setelah
mengajar Delia dan Sholat di masjid di perumahan Parung, Syamsul tidak sengaja
bertemu dan berbincang dengan ayah Silvie, Pak Heru. Pak Heru bicara panjang
lebar tentang hubungannya anaknya dengan Burhan. Syamsul yang sudah dianggap
sebagai Ustazd oleh masyarakat dan tahu persis sepak terjang Burhan yang
keterlaluan merasa memperoleh kesempatan baik. Syamsul yang telah berhasil
memperoleh kepercayaan dari Pak Heru segera membeberkan rahasia Burhan yang
sebenarnya telah bertunangan dengan santriwati asal Tulung Agung. Akhirnya
ketika Burhan dan keluarganya datang ke rumah Silvie dengan niat melamarnya,
Burhan dan keluarganya malah mendapatkan malu yang luar biasa. Burhan yang
ketahuan belangnya malah emosi dan menampar Silvie. Berkat kesigapan mas Budi,
Satpam perumahan, akhirnya Burhan berhasil dilumpuhkan dan dibawa ke kantor
polisi untuk diproses. Pak Anwar, ayah
burhan hanya bisa meminta ma’af atas kelakuan buruk anaknya. Belakangan,
diketahui bahwa Burhan telah dikeluarkan dari Pondok Pesantren karena terbukti
mencuri dan melukai pengurus pondok.
Peristiwa yang menimpa
Burhan telah diketahui pihak pondok Pesantren. Syamsul yang menggunakan nama
samara “Adi” berusaha mencari informasi status Burhan di pondok melalui
telepon. Akhirnya Syamsul mengetahui
semua kelakuan buruk Burhan setelah memfitnahnya mencuri di Pondok. Mellaui
telepon juga, Syamsul tahu bahwa pihak pondok pesantern sangat merasa bersalah
terhadap Syamsul yang telah terfitnah mencuri.
Akhirnya, kehidupan
yang semakin baik memihak pada Syamsul. Di awal Romadhon ini, Syamsul dan Pak
Abbas menyusun program Romadhon bagi remaja masjid didekat kontrakannya. Dalam
sebuah kesempatan, Syamsul tampil untuk berceramah di masjid dekat rumah
Silvie. Ceramahnya yang tersusun baik mengantarkannya pada seorang direktur
program acara di sebuah TV swasta nasional yang bernama Doddy Alfath. Doddy
Alfath menawarkannya untuk berceramah dan tampil di TV selama bulan Romadhon.
Setelah sepakat menerima tawaran tersebut, Syamsul, seorang mantan pencopet
siap tampil dan berceramah di TV dengan disaksikan jutaan pasang mata.
Menjelang hari
tampilnya di TV, Syamsul terlebih dahulu menelpon pihak Pondok Pesantren.
Syamsul meminta agar semua pengurus dan warga Pondok menonton acara tersebut
karena akan ada alumni pondok yang tampil dalam acara TV tersebut. Syamsul juga
menelpon adiknya dan meminta keluarganya menonton acara tersebut karena akan ada
Syamsul di sana. Namun, Syamsul tidak mengatakan jika yang akan tampil
berceramah adalah dirinya.
Tepat pada tanggal 12
Romadhon, untuk pertama kalinya Syamsul tampil di TV. Penampilannya di TV
disambut kagum pengurus Pondok yang merasa bersalah telah menghukum Syamsul
atas fitnah yang melandanya. Keluarganya di Pekalongan hanya bisa menangis harus
mengingat perbuatan mereka kepada Syamsul. Kemudian, disebuah perumahan mewah
di Parung, Silvie dan keluarganya menatap penuh kekaguman atas penampilan
Syamsul.
Selesai, sampai jumpa Dalam Mihrab Cinta 2
Tamat ....
Tema
Perjalanan hidup seseorang untuk memperbaiki nama baik
Alur / plot
Alur yang digunakan adalah alur maju. Cerita ditampilkan
secara berurutan.
Amanat
-
jangan
menuduh orang lain sebelum ada bukti yang jelas.
-
Fitnah
itu lebih kejam dari pembunuhan
-
Kita
harus sabar dalam menghadapi cobaan hidup
-
Jangan
berputus asa dari rahmat Allah, setelah kesulitan pasti ada kemudahan dan
dibalik segala kejadian pasti ada hikmahnya.
-
Jangan
berdusta, karena berdusta dapat berakibat buruk bagi diri sendiri dan orang
lain.
Penokohan
-
Syamsul
Hadi, sifatnya sabar, ulet, tekun, rajin
-
Pak
Bambang, sifatnya tidak mau mengalah, kasar dan pemarah
-
Bu
Bambang, sifatnya hampir sama seperti suaminya yang tidak mau mengalah
-
Nadia,
baik hati, pengertian dan suka menolong
-
Burhan
Faishal, sifatnya licik, pandai berdusta
-
Pak
Abbas, sifatnya baik hati, suka menolong
-
Silvie,
sifatnya baik hati
-
Pak
Broto, sifatnya baik hati
-
Delia,
sifatnya baik hati
-
Pak
Heru, sifatnya baik hati
-
Mas
Budi, sifatnya baik hati
-
Pak
Anwar, sifatnya pemarah
-
Doddy
Alfath, sifatnya baik hati, suka menolong
Latar / setting
-
Siang
hari di pesantren AlFurqon, Kediri,
-
Rumah
Pak Bambang di Pekalongan
-
Semarang
-
Polsek
Semarang
-
Perumahan
Parung, Jakarta
Gaya Bahasa
Cerita tersebut menggunakan bahasa Indonesia yang mudah
dipahami oleh semua orang yang membacanya.
Sudut Pandang
Orang kedua pelaku sampingngan
Komentar
Posting Komentar